Senin, 24 Januari 2011

Dana BOS ke Kasda "Pengawasan Lebih Mudah"

Ada mekanisme baru terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2011. Penyaluran dananya, kini langsung ke Kas Daerah (Kasda) dan selanjutnya ditransfer ke rekening satuan pendidikan. Mekanisme baru ini dinilai lebih efektif dan mudah, terutama dalam hal pengawasan. Sebab banyak pihak yang secara langsung bisa dan ikut memiliki kewenangan untuk mengawasi.
Dalam pandangan Dra Sri Untari MAP, komisi bidang anggaran DPRD Kota Malang, setiap dana yang ada dan masuk di Kasda, maka penggunaannya harus masuk dalam pembahasan APBD. Ini berarti pihak DPRD memiliki kewenangan untuk mengawasi, termasuk menggunakan hak-haknya dalam melakukan validasi data. Terlebih, penggunaan BOS amat didasari oleh keakuratan data pendidikan yang ada di daerah.
“Kalau dana BOS dari pemerintah pusat masuk ke rekening sekolah, pengawasan yang dilakukan oleh DPRD itu sifatnya reaktif. Artinya lebih banyak menunggu adanya temuan atau laporan saat ada penggunaan dana yang tidak sesuai. Nah kalau dananya sekarang masuk Kasda, DPRD punya hak untuk ikut merumuskannya sekaligus secara aktif melakukan pengawasan,” jelas Untari.
Disinggung tentang adanya payung hukum dan perlakuan khusus bagi penggunaan dana BOS di Kasda, politisi PDI Perjuangan ini tetap berpendapat bila DPRD tetap memiliki kewenangan penuh. “Apapun perlakukan khususnya, sejauh itu ada di Kasda maka harus turut dibahas di APBD. Dan disini, DPRD punya hak budgeting sekaligus controlling atas penyaluran dana tersebut,” tegasnya.
Menilik dari pandangan tersebut, secara sistem tampak pengawasan pada dana BOS 2011 akan lebih mudah dan bersifat melekat. Hanya, praktisi pendidikan Dr Christea Frisdiantara Ak MM tetap mengajak masyarakat untuk mengawal penyaluran sekaligus penggunaan dana BOS. Terlebih saat dana itu kini akan dimampirkan ke Kasda sebelum akhirnya ditransfer ke rekening sekolah.
Salah satu kekuatiran Pembantu Rektor III Universitas Kanjuruhan ini, adalah mental politisasi di tingkat pejabat daerah. Ini amat memengaruhi ketepatan penggunaan dana BOS bagi siswa. Secara aturan memang tidak ada yang dilanggar, namun secara kepatutan kerap tidak tepat sebab dilabeli untuk kepentingan tertentu. Semisal pengadaan buku yang diberi pesan sponsor dan lainnya.
“Atau dalam penyerahannya dikemas seperti kegiatan kampanye dan lain-lain. Model seperti ini kerap terjadi di daerah dan sulit untuk dikontrol karena memang secara aturan tidak ada yang dilanggar,” tegasnya.
Sementara itu, Indonesian Corruption Watch menilai bila mekanisme baru ini sangat meragukan dan menjadi dilema. Bila dikaitkan dengan konsep otonomi daerah, mekanisme ini sebenarnya ambigu. Satu sisi ada peralihan tanggung jawab pengelolaan BOS pada daerah. Di sisi lain, teknis pengelolaan sekaligus penetapan besarnya dana tetap ditentukan pemerintah pusat.
”Ini malah seperti DAK (Dana Alokasi Khusus -red). Anggarannya masuk ke daerah tetapi peruntukannya sudah ditetapkan dari pusat. Sudah begitu, daerah tidak dibebani dana pendamping BOS dan bergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat,” jelas Ade Irawan, Divisi Monitoring Pelayanan Publik. her,mas-KP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar